Sunday 8 March 2015

AYAH
“Engkaulah nafasku…
Yang menjaga di dalam hidupku,
Kau ajakan aku menjadi yang tebaik.”
Pagi itu pagi yang cerah, Raka terbangun dari tidurnya, menghirup segarnya udara pagi itu. Setelah sholat, ia sempatkan untuk belajar dan membantu pamannya. Namun, kali ini berbeda, karena mulai pagi hingga pukul setengah tujuh belum juga Raka menemukan pamannya.
Namanya Raka Prasetya, usianya katakanlah empat belas tahun. Dia duduk di kelas 3 SMP. Dia tinggal bersama pamannya, namanya paman Adi. Paman Adi hidup dengan satu matanya. Satu matanya yang lain, tidak tau kenapa bisa tidak ada. Paman tidak pernah bercerita kepada Raka.
Walau hidup dengan satu mata dan kemiskinan, namun paman Adi begitu sayang kepada Raka, seperti layaknya seorang ayah kepada anaknya sendiri. Dia memberikan segala apapun yang ia bisa untuk Raka.
“Paman…” Pintanya setelah selesai beres-beres. Hari ini hari Ahad, jadi sekolah libur. Dinyalakan televisinya lalu ia tak sengaja melihat acara hari ayah.
“Iya Nak.” Jawab Paman Adi setengah berlari menuju tempat keponakan tercinta.
“Lihat paman, katanya hari ini hari ayah, dimana ayah paman?” ucapnya. Paman Adi hanya terdiam saja. Tak menjawab satu kata pun.
Raka tak pernah malu untuk mengakui pamannya, karena ia rasa pamannya orang yang baik. Namun Raka selalu heran, setiap Raka menanyakan ayahnya, tak sekata pun ia menemukan jawabannya.
“Kau tak pernah lelah
Sebagai penopang dalam hidupku..
Kau berikan aku semua yang terindah…”
Siang itu, sepulang sekolah, Raka melihat berita kriminalisasi di televisi. Dia melihat buronan 15 tahun yang lalu hingga sekarang yang bernama prayoga pratama namun ada kejanggalan dalam hati Raka. Wajahnya mirip dengan wajah pamannya 15 tahun yang lalu dengan kedua matanya. Dicarinya pamannya namun tak ada orang di rumah.
“Raka, lihat ini” ucap Pak Samsul, tetangganya yang memberikan sebuah surat undangan kecil. Undangan dari polisi.
“Apa? Jadi selama ini…?” Raka tertegun setelah membaca surat dari polisi.
“Pamanmu adalah prayoga pratama, dia sebenarnya adalah ayahmu, ayah kandungmu. Yang telah menjadi buronan polisi, 15 tahun lalu.” Jelas pak samsul.
Raka terpaku dengan cerita dari pak samsul, dia diam mematung. Benar saja, setiap ia tanyakan mengenai ayahnya, tak pernah sedikitpun paman bercerita. Lalu tujuannya apa pura-pura menjadi pamanku?” pikirnya.
“ternyata ayahmu adalah pamanmu yang menjadi buronan polisi ya!” ucap salah satu temannya ketika di sekolah.
“sudah menjadi buronan, hanya punya mata satu lagi…!” ledek yang lainnya.
Raka hanya diam tak mampu menjawab. Selama ini paman yang sangat disayanginya ternyata adalah ayahnya, orang yang menjadi mimpinya. Dalam hati Raka malu dan kecewa. Kenapa ia memiliki ayah buronan dan bermata satu? Lantas kenapa ayahnya harus mengaku sebagai pamannya? Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya timbul rasa benci terhadap paman adi, alias prayoga pratama, ayahnya. Ia bertekad ingin melupakan semuanya dan hidup dengan kehidupan yang baru.
10 tahun sudah dilalui Raka tanpa bayang-bayang Paman Adi, maupun Prayoga Pratama. Ia pindah dari desa ke kota untuk bekerja. Ia telah sukses menjadi manager di perusahaan tekstil di Indonesia. Tiba-tiba di jalan, ia tak sngaja bertemu dengan sesosok bermata satu, yang sangat dikenalinya. Paman Adi! Benar! Itu Paman Adi. Dalam hati ia tak rela, mengapa ia harus bertemu lagi dengan orang itu. Tiba-tiba ia ingin lari, namun terus dikejar. Tak sadar ia melihat bahwa Paman Adi telah kecelakaan ketika menyebrang jalan untuk mengejar Raka. Entah apa yang ingin diucapkan, namun terlanjur Paman Adi telah meninggal dalam kecelakaan itu. Diam-diam Raka bersyukur orang yang dianggap jahat itu telah meninggal dan benar-benar hilang dari hidupnya.
Suatu hari, ada reuni sekolah di SMP Raka. Mau tak mau ia harus datang. Ia bingung, dalam reuni diharuskan membawa seorang ayah. Tapi ayahnya telah meninggal karena kecelakaan tempo waktu lalu.
Kemudian, ia sempatkan untuk mengunjungi gubuk tua yang ia anggap “rumah” itu, dahulu bersama pamannya. Dilihatnya sepucuk surat di kamar Raka. Diambilnya surat itu, lalu dibacanya.
Teruntuk: Raka tersayang
Raka, anakku. Ayah tahu kamu pasti marah dengan ayah, Raka pasti benci dengan ayah. Karena ayah telah berbohong padamu.
Raka, perlu kamu tahu, 10 tahun silam, ketika berziaroh ke makam ibumu, mobil ayah tiba-tiba remnya blong dan menyebabkan mobil ayah menabrak truk hingga menyebabkan kecelakaan dahsyat.
Beruntung kita masih selamat. Namun, kaca pada mobil menyebabkan kebutaan pada salah satu matamu. Karena kejadian itulah ayah ditangkap dan menjadi buronan dengan tuduhan merusak masa depan anak. Ayah tahu itu bukan salah ayah. Dan kamu tahu sebagai seorang ayah, ayah tak tega melihatmu dewasa dengan satu mata. Oleh sebab itulah ayah donorkan mata ayah untukmu. Ayah senang, meskipun dengan satu mata, ayah dapat mengurusmu meskipun dengan bayang-bayang polisi.
Sebenarnya, 10 tahun harusnya ayah dipenjara, namun ayah memohon kepada polisi dengan nyawa ayah sebagai jaminannya, untuk memberi ayah waktu sebentar untuk merawatmu. Polisi mengizinkan tapi hanya 5 tahun. Saat itu kamu masih berusia 4 tahun Nak. Untuk menutupi identitas ayah, ayah berubah menjadi Paman Adi, paman kamu. Supaya kamu tidak malu punya ayah seperti ayahmu ini.
Bertahun-tahun ayahmu merawatmu sebagai Paman Adi. Ayah senang kamu bisa hidup sebagai manusia normal dengan dua mata, meskipun ayah harus hidup dengan satu mata. Tapi ayah tetap senang. Walau ayah mati, ayah akan tetap bersamamu.
Raka, pada akhirnya ayah memang harus menyerahkan diri pada polisi, karena memang ayah sudah menjadi buronan 10 tahun lalu.
Raka, ayah menyayangimu. Ayah akan selalu bersamamu, walau ayah telah meninggalkanmu.
Tertanda,
Prayoga Pratama, ayahmu
(Paman Adi).
Raka tertegun melihat surat itu. Tak sengaja ia meneteskan air matanya. Raka menangis
tersedu adalah-sedu teryata paman Adi orang yang hidup dengannya selama 10 tahun ini adalah ayahnya, orang yang dibencinya karena menjadi buronan polisi.
“Ayah!!!…” Teriaknya
Raka berlari menuju SMPnya, untuk reuni. Kini giliranya untuk mengeluarkan isi hatinya, terutama untuk ayah tercinta.
“Ayahku bernama Prayoga Pratama. Orang yang kalian anggap buronan polisi. Ayahku memang buronan, ayahku memang bermata satu. Namun dia adalah seorang kesatria yang mau mengorbankan dirinya demi anaknya. Ayahku selalu memberi apapun demi kebahagiaanku, meskipun itu dalam sesosok paman Adi”.
“Memang ayahku buronan polisi, memang hidup dengan mata satu. Tapi ayahku pahlawan Teruslah kalian berkata ayahku buronan dan bermata satu. Tapi yang harus diingat, ayahku adalah orang yang terbaik dalam hidup, yang selalu mencurahkan kasih sayang di sisa-sisa hidupnya.
“Ayahku adalah pahlawan, penyelamat dalam hidupku. Ayah, aku sayang ayah. Maafkan aku ayah”
Sekali lagi Raka menitikan airmatanya. Tak ada kebencian lagi di hatinya, melainkan kerinduannya pada sesosok yang disayang. Yaitu, ayahnya.
“Aku hanya memanggilmu, ayah
Jika aku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu, ayah
Disaat ku telah jauh darimu”
Dalam sepiku,
Aku merindukan kehadiranmu.
Dalam suyiku,
Aku merindukan kasih sayangmu.
Dalam tawaku,
Aku merindukan senyummu.
Dalam dukaku,
Aku merindukan semangatmu.
Ayah…
Dimana kau?
Rinduku padamu.
Aku ingin kau kembali.
Aku ingin kau hadir
Dalam hidupku..
Menemani setiap hariku,
Merasuk kedalam jantungku,
Terbayang didalam hayalku,
Dan tersenyum, bersamamu,
Dalam mimpi-mimpiku…
Cerpen Karangan: Nia Amanda
Facebook: Achla D’rizolla

No comments:

Post a Comment