Sunday 8 March 2015

SUARA ADZAN MEMANGGIL HATIKU
“Tet, tet, tet, bel tanda istirahat kedua berbunyi, satu hal yang merupakan penantian seluruh murid SMA Nurul Islam untuk melepaskan dahaga setelah dua jam duduk di bangku kelas saat pelajaran berlangsung. Tak terkecuali murid cantik bernama Syahdu yang selalu berjilbab rapih, tinggi semampai, jika berjalan bak pragawati, masih duduk di bangku kelas dua, selalu berlarian bersama teman sejatinya Ana. Seperti layaknya seorang anak yang tak makan beberapa hari, lari dengan cepatnya demi sampai ke tujuannya dengan cepat yaitu kantin milik Mbok Diyem yang terkenal dengan pecel lelenya.
“Mbok sayang, Syahdu pecel lelenya dua ya, gak pedes, minumnya es teh dua, dan gak pake lama loh mbok”. Setelah memesan pecel lele kesukaannya, Syahdu menghampiri Ana yang sudah duduk manis memboking tempat duduk. “Eh, liat tuh cowok-cowok, semua pada ngeliatin tuan putri Syahdu, aduh aku jadi kalah saing nih sama kamu Du, hahaha”, celoteh Ana. “Apaan sih kamu Na, aku gak suka diliatin kaya gitu, cowok-cowok yang gak bisa jaga pandangannya”, balas Syahdu ketus.
Beberapa menit kemudian pecel lelenya pun datang ke meja Syahdu dan Ana yang diantar oleh Mbok Diyem, “Ini neng Syahdu yang gelis pisan, monggoh pecel lelenya sama es tehnya dan gak pake lama” ledek Mbok Diyem. “Ih Mbok Diyem nih, ngikutin caranya Syahdu ngomong aja, ntar jadi gahoel loh mbok”, sahut Syahdu. “Waduh apa itu neng gahoel?” Tanya mbok Diyem penasaran. “Hehehe, Mbok ini mau tau aja, udah tuh mbok dipanggil sama anak-anak yang lain, gahoel nya buat pe-er di rumah aja ya”. “Yah si neng ini, ya sudah Mbok mau ngeladenin yang lainnya dulu”.
Saat beberapa suapan masuk ke mulut Syahdu, tiba-tiba kunyahannya terhenti saat mendengar suara adzan, “Allahhu Akbar, Allahhu Akbar, Allahhu Akbar Allahhu Akbar, Asyhadu an la ilaha illallah, Asyhadu an la ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar rasulullah, Asyhadu anna Muhammadar rasulullah, Hayya’alash sholah,
Hayya’alash falah, La ilaha illallah”. “Deeegg” denyut jantung Syahdu terasa terhenti ikut menikmati alunan suara adzan yang begitu merdu dari arah mushola sekolah, tangannya pun seakan beku untuk menikmati pecel lele yang telah dinantikannya. Dalam hatinya beribu tanda tanya dengan kalimat yang sama “Siapakah yang adzan dengan begitu merdunya? tak seperti hari-hari biasanya”. Hatinya pun meneruskan kalimat itu dengan pujian yang maha dahsyat untuk penciptaan-NYA, “Ya Alloh, Maha Sempurna engkau yang menciptakan suara dari beribu manusia dengan keindahan yang mampu membuat hatiku tertegun ketika mendengar adzannya, mampu mengalahkan beribu bait sajak indah, beribu lirik lagu-lagu, dan mampu membuat ku bertanya siapakah orang di balik mushola dengan suara merdu itu, sungguh Maha Sempurna Engkau Ya Rabb”. “Du, Syahdu! Hey kok malah ngelamun kaya gitu sih? kenapa? pecelnya gak enak?”, teriakan Ana membuyarkan lamunan Syahdu. “Eh, iya gimana? siapa yang kurang enak badan?”, tanya Syahdu dengan perkataan yang tidak sepadan dengan pertanyaan Ana. “Ini anak cantik-cantik tapi gak nyambungan, nggak tau ah, udah cepetan dihabisin makannya bentar lagi bel loh”, sahut Ana. “Na, kamu tau siapa yang adzan tadi?”. Kayaknya beda deh dari kemarin-kemarin” tanya Syahdu penasaran. “Oh, itu yang buat kamu jadi bengong? ya ampun Syahdu, Syahdu, masa gak tau, itu Fandi yang juara satu paralel IPA semester kemarin”, “Oh, iya tau yang anaknya pendiem ya, kita tetangga kelas dong Na?” tanya Syahdu meyakinkan. “Iya neng cantik, dia tetangga kelas kita, udah dua tahun sekolah di sini masa belum kenal?”, “Bukannya belum kenal, pernah sesekali nyapa dia waktu di parkiran tapi cuma senyum jadi gak paham sama suaranya” tegas Syahdu.
Sesampainya di rumah setelah pulang sekolah, Syahdu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur berwarna pink yang paling dia cintai dari umur TK sambil memandangi langit-langit kamarnya. Dalam hatinya bergeming kata-kata indah layaknya insan yang sedang jatuh cinta melayang terbang dan duduk manis di atas bulan,
“Ya Alloh, apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? hanya karena mendengar suaranya hatiku langsung berdebar, ingin terus mendengarnya. Aku tak mengerti dengan perasaan ini Ya Rabb, keindahan hatiku saat ini melebihi indahnya mawar putih yang tertata rapih di dalam vas kaca berisi air terbalut embun, dan merdunya suara hatiku ini melebihi lagu Diamonds yang bercerita tentang keindahan cinta. Dia begitu memikat hati ini hanya karena suara adzannya, keramahannya, kesopanannya, serta kecerdasannya, aku mengaguminya Ya Rabb. Tapi ya Rabb, jangan biarkan aku terlarut untuk mengaguminya hingga melebihi kedua orangtuaku, jaga hati ini agar tak terbawa nafsu dunia dan tetap selalu mengingatMU, karena Engkaulah Yang Maha Esa”. Syahdu tak sabar untuk menanti pagi dan kembali berangkat ke sekolah untuk melihat dan mendengarkan suara adzan Fandi.
“Pagi Ana sayang,” teriak Syahdu sambil beriang hati menghampiri sahabat sejatinya itu. “Wah-wah, gak kaya biasanya nih pagi-pagi udah seceria ini, pasti ada sesuatu nih, ngaku hayo?” ledek Ana dengan perasaan heran. “Ah Ana nih, sukanya curigaan gitu, hmmmm Na, ntar siang jamaah yuk di mushola sekolah?” pinta Syahdu. “Nah kan ketahuan, pasti gara-gara Fandi nih, biasanya aja milih ke kantin mbok Diyem terus solat di rumah dari pada solat di mushola sekolah dengan beribu alasan, tapi ya udah deh dari pada tuan putri menangis tragis hahaha”.
Tet, tet… tet, bel berbunyi, Syahdu dengan Ana bergegas ke mushola untuk ikut salat berjamaah dan mendengarkan Fandi adzan. Setelah sering datang ke mushola untuk berjamaah, Syahdu dan Ana semakin dekat dengan agama karena menjadi anggota rohis, tak jarang mereka berdua mengikuti acara agama yang diikuti pula oleh Fandi. Semua itu berawal karena adanya Fandi dalam anggota keagamaan itu. Semakin lama Syahdu menjadi teman dekat Fandi dan mereka semakin mengenal satu sama lainnya, tak canggung lagi untuk saling menyapa, serta sesekali pergi makan bersama dengan ditemani Ana.
Saat istirahat, tak seperti biasanya Syahdu duduk sendiri di kantin mbok Diyem tanpa Ana, tiba-tiba Fandi datang menghampirinya, “Syahdu, kenapa sendirian? Ana di mana?”, “Eh Fandi, Ana gak berangkat lagi sakit flu katanya, Fandi silahkan duduk”, Syahdu mempersilahkan Fandi duduk dengan menyodorkan kursi di samping tempat duduknya, tetapi Fandi memilih duduk di berhadapan dengan Syahdu, “Syahdu, apakah Syahdu menyadari jika banyak teman-teman laki-laki yang mengagumi Syahdu?, Fandi bertanya dengan nada yang sangat lembut dan Syahdu kaget mendengarkannya, “Kagum? sama aku Fand? ah Fandi ini bisa saja”. “Banyak yang meminta nomer hp sama menitipkan salam lewat Fandi, di sini Fandi hanya mengingatkan kalau semua yang kita miliki itu masih ada yang memiliki yaitu Alloh SWT, Syahdu diberi paras yang cantik juga kecerdasan tolong dijaga ya, jangan semua itu menjadikan kesombongan karena semua kembali pada-NYA, terus mengejar cita-cita Syahdu samapi tercapai, buat bangga orangtua, makin rajin jamaah, yang pasti jadilah yang terbaik di antara yang baik ya”. “Eh, iy, iya Fand, makasih banget ya nasehatnya, aku pasti inget terus kata-katamu tadi” Syahdu menjawabnya dengan gugup dan tak tau harus berkata apa lagi untuk menjawabnya. Setelah ngobrol bersama Fandi, bel berbunyi mengakhiri jam istirahat dan mereka berdua kembali ke kelas masing-masing.
Sesampainya di rumah, seperti biasanya Syahdu menatap kembali langit-langit kamar yang terdapat satu, dua, dan tiga sarang laba-laba di ujung-ujung kamarnya, hati kembali bergeming “Ya Alloh, sungguh aku ingin memilikinya, apakah aku bisa bersamanya Ya Alloh? Dia begitu baik kepadaku dan rasa ini semakin hari semakin bertambah laksana air laut yang tak pernah surut”.
HandPhone Syahdu berdering membuyarkan lamunannya, kring, kring, kring, dan diangkatnya telepon dari Ana “Hallo Assalamualaikum Na, ada apa? Kangen ya tadi di sekolah gak ketemu aku? hehe” ledek Syahdu kepada Ana. “Du, bukan waktunya bercanda, ini penting!”, “Hah? ada apa Na?”, “Fandi kritis Du, di RS, kecelakaan tertabrak bus kota”, dengan raut wajah bingung dan tak percaya, Syahdu langsung pergi RS untuk memastikan kebenarannya.
Saat di jalan Syahdu hanya bisa membayangkan raut wajah Fandi saat tadi siang mengobrol bersama di kantin. Setelah sampai, Syahdu segera lari melewati lorong-lorong rumah sakit yang begitu ramai pasien, wajah basah karena bercucuran air mata, jilbabnya yang biasanya rapih tak lagi terpasang dengan semestinya, tak berjalan bak pragawati, yang dipikirannya hanya Fandi, orang yang dia kagumi dan mungkin itu yang Syahdu rasakan sebagai cinta.
Setelah samapai di depan ruang operasi ternyata benar jika Fandi sedang kritis dan ditangani oleh dokter. Syahdu hanya dapat berdiri lemas dan terdiam sambil menangis, Ana yang telah mendahului datang di sampingnya untuk menenangkan hati Syahdu yang sedang gelap dan tanpa arah. Setelah dokter keluar dari ruang operasi, keluarga Fandi segera menghampiri dokter dan menanyakan keadaan Fandi. Jawaban dari dokter membuat semua keluarga Fandi bercucuran air mata dan wajahnya semua berubah menjadi duka, hati Syahdu bertambah sesak ketika melihatnya, air matanya pun semakin deras dan membasahi jilbab birunya itu. Hatinya memberontak keras dengan fakta yang telah menjadi garisNYA, “Ya Rabb, mengapa Engkau mengambilnya dariku! Tak bisakah Kau memberiku waktu untuk terus mengaguminya? biarlah aku hanya dapat mendengar suaranya, tapi tolong kembalikan dia untukku!!!” hati Syahdu bergejolak denagn rasa sakit yang teramat dalam karena kehilangan Fandi.
Setelah pemakaman selesai, Syahdu duduk lemas di samping makam Fandi dengan ditemani Ana. Syahdu menyatakan perasaannya yang selama ini dia simpan untuk seseorang yang dia anggap cintanya “Fandi, jika kini aku diberi waktu untuk bertemu denganmu, walau hanya satu jam saja, aku ingin mengatakan jika sebenarnya dari banyak teman laki-laki yang mengagumiku, tak ada yang membuatku merasa sombong dan berarti jika bukan dikagumi olehmu. Akulah wanita yang mengagumimu, kaulah laki-laki yang mampu membuatku merasa jatuh cinta dan berlanjut cinta. Terimakasih telah membuatku menjadi wanita muslim yang mengerti tentang agamanya, mengajakku untuk selalu berbuat baik, mendorong hati ini untuk taat beribadah dan mengejar cita-citaku. Semua nasehatmu akan aku ingat sampai kapanpun, karena nasehat itu yang menjadi kata-kata terakhirmu untukku, suara adzanmu yang selalu membuatku semangat untuk berjamaah di mushola sekolah kini akan membuatku bersemangat berjamaah dimanapun aku berada karena di situ terdapat suaramu yang tak pernah terganti, terimakasih karena suara adzanmu memanggil hatiku…
Cerpen Karangan: Mukhammad Wildan Adhitama
Facebook: wildhan.aand[-at-]yahoo.com
Saya Adalah seorang mahasiswa dan kini saya sedang menjalani pendidikan di STAN MAKASSAR Prodip D1 Kepabeanan dan Cukai

No comments:

Post a Comment